Rekam Jejak Pembelajaran di Bumi Allah

BELAJAR DENGAN MEDIA PLAYDOUGH HANDMADE

image

Banyak cara menyenangkan ketika ingin belajar.
Contohnya dengan menggunakan playdough homemade. Caranya? Cukup dengan dua gelas terigu,satu gelas garam,dua sendok maizena, air, dan minyak plus pewarna jika ingin berwarna, atau takaran bisa disesuaikan

Setelah jadi, naah! Mari berkreatifitas! Seperti posting saya sebelumnya kami menggunakan media play dough untuk belajar tata surya, metamorfosis katak, lukisan burung hantu dan monster. Oya, bikin playdoughnya dikerjakan faris dan dais sendiri, saya kadang bantu menguleni sampai warnanya benar- benar tercampur.

Selamat mencoba! 🙂

MASUK KLUB BASKET

PhotoGrid_1348304102735

Hampir sebulan Faris bergabung dalam sebuah klub olahraga. Awalnya banyak pilihan, hingga kemudian pilihan kami jatuh pada olahraga basket. Alasan mengapa pilih basket, soalnya pas lagi nyari-nyari klub olahraga sekitar rawamangun yang lokasinya tidak begitu jauh dengan rumah, eh lewatin spanduk pengumuman menerima anggota baru untuk sebuah klub basket dan pas dengan usia faris. Hehe,alasannya “nggak banget” ya…Alhamdulillah ya, si faris pun langsung merespon positif ketika kami tanyakan ia mau bergabung di klub basket atau tidak. Akhirnya faris mulai terdaftar per satu september sebagai anggota klub basket yang namanya GreenStar. Latihan tiga kali seminggu.  Hehehe, sepertinya usia faris paling minimal, tapi tak apalah, selain menyalurkan energi geraknya yang berlebihan, sekalian sebagai sosialisasi lintas umur. Juga karena Faris tipe anak kinestetik, dan suka olahraga yang melibatkan tim. Maka, untuk sementara basket cocoklah!

Awalnya, Faris bilang belum bisa memasukkan bola ke dalam ring basket,hehe…tapi, belakangan menurut faris bolanya sudah mulai terarah dan sudah bisa menyentuh bibir ring. Kata kak pelatih ia harus memperbanyak push up, supaya powernya semakin besar. Yang bikin dia senang karena bisa lari-lari di lapangan ngejar-ngejar bola yang belum pernah berhasil ia rebut. SEMANGAT NAK!

Oya,karena basket pula Faris belajar mengikat tali sepatu. Belinya berdua abi, dan ia pilih sendiri. Sebuah sepatu berwarna orange. Ngejreng! 😀 Pertama kali punya sepatu tali, latihan ikatnya sampai semalaman dan berhari-hari. Kadang suka saya motivasi tentang cerita si spongebob yang tidak bisa ikat tali sepatu, kalau ia sudah mulai putus asa dan marah-marah sendiri 🙂

Sekian, sedikit cerita Faris masuk klub basket. Kalau ada kemajuan lagi akan saya posting lagi di sini.

@cheitumminyafardais

BELAJAR TATA SURYA

 

PhotoGrid_1348303982011

Sebenarnya fieldtrip ke planetariumnya sudah beberapa bulan lalu. Faris Dais kami ajak berkunjung ke planetarium, sambil belajar tata surya, planet-planet, dan berbagai rasi bintang. Planetariumnya berlokasi di Taman Ismail Marzuki. Harga tiket yang tidak mahal,tapi anak-anak bisa belajar banyak dari sana. Memang kalau berpatokan dengan kurikulum sekolah, masalah tata surya belum diajarkan untuk umuran Faris…tapi, ini menunjukkan bahwa belajar bisa tentang apa saja asal tak sekedar teori yang kemudian dipaksakan untuk dihafalkan lalu dilupakan begitu saja.

Beberapa waktu yang lalu kami membuat playdough sendiri di rumah. Nah, sambil membaca buku tentang tata surya, kami coba membuat matahari beserta  planet-planet yang mengitarinya. Tentu saja dengan bantuan playdough itu. Sederhana saja. Bahwa belajar itu menyenangkan,andai dulu kita juga belajar dengan metode yang tidak membosankan,mungkin ketika ujian kita tidak perlu dipusingkan dengan hafalan yang membebani memori otak, tapi cukup memahami materi, insyaAllah akan lekat diingatan, dan tentu saja selalu saya tutup dengan mengembalikannya bahwa benda langit  berotasi teratur karena ada Sang Maha Pengatur, 🙂

@cheitumminyafardais
Jakarta,2 Oktober 2012

SAYA,FARIS,ABI DAN HOMESCHOOLING

Selepas Faris (6Y) TK selama dua tahun kemarin,tepatnya akhir bulan Juli,akhirnya Faris mulai Homeschooling. Lalu, apakah itu pilihan Faris sendiri,saya,ataukah abinya? Jawabannya adalah Homeschooling adalah pilihan kami,yah, saya, faris,dan abinya..setelah dua tahun lalu mengenal Homeschooling dari seorang ibu dari anak HS yang secara tak sengaja bertemu dalam sebuah acara. Berawal dari ketidak tahuan dan sama sekali tak pernah ada dalam benak kami untuk meng HS-kan anak kami, lalu dua tahun saya coba mengumpulkan informasi tentang HS, ikut webinar tentang HS, sesekali berkumpul dengan komunitas HS, browsing tentang HS di internet, bergabung dalam grup HS di facebook, mengumpulkan berbagai buku tentang HS. Semuanya mengarah pada beberapa alasan mengapa kami berani melirik sebuah alternatif sistem pendidikan yang diakui pemerintah namun mungkin sedikit ekstrim dan aneh, di saat para orangtua berlomba-lomba mendaftarkan anak mereka ke sekolah favorit. Kalau tanya itu ditujukan pada saya, mengapa kau Homeschool kan anakmu? Jawab saya, karena ego saya sebagai ibu. Ego? Berarti saya memaksakan Faris untuk HS?Jawab saya tidak! Saya yang mengandungnya, melahirkan, menyapih, lalu mengasuhnya sejak buaian, dan saya orang pertama yang menginstalkan “program” kebaikan dalam otaknya, rasanya sayang jika ada yang merusaknya, menggantinya, menghapusnya, atau mencampurnya.  Selain itu, rasa tanggung jawab saya sebagai ibu yang rasanya tak cukup jika sekedar “sampingan” setelah ia lepas dari buaian. Bukankah sekolah artinya “waktu luang”, maka waktu utamanya adalah tanggung jawab saya sebagai madrasah pertama untuknya. Bukan berarti kami akan selalu bersama, suatu saat saya akan melepasnya mengembara menambah khasanah ilmunya, dengan bekal “pondasi” keimanan kokoh yang kami bentuk selama bersama di rumah.

Meski jauh dari mendekati sempurna, perjalanan saya selama menjadi ummi bagi Faris mungkin kadang menyebalkan untuknya. Kadang kami berdebat lama, berujung saya dengan aturan, sedikit tekanan dan dia menangis, atau sebaliknya dia yang marah dan sayapun sedih. Tapi, kami selalu tutup dengan saling berpelukan, mengeluarkan isi hati, uneg-uneg kami, lalu menemukan sebuah benang merah, bahwa kami harus saling memahami. Awal menjalani tak sesederhana teori-teori yang saya kumpulkan, saya dan segala kekurangan saya yang terkadang bukan rahasia lagi untuk Faris. Terkadang saya harus bergulat dengan hormon estrogen saya, harus memutar balik ke belakang televisi ketika satu hari ia sudah berlebihan jam nonton yang sudah kami sepakati, harus berusaha tidak melemah ketika ia mulai merajuk atau beralasan macam-macam untuk mendapatkan yang ia inginkan. Ketika saya berhasil menaklukkannya, puas rasanya 🙂 Mungkin tidak ada keluarga yang sempurna, begitupula tidak ada orangtua yang sempurna, asal mau memperbaiki setiap kesalahan, rajin-rajin mengevaluasi diri, dan mau berubah, itu saja sudah CUKUP!

Alasan lain mengapa kami memilih homeschooling adalah, saya tak ingin kreatifitasnya “terbunuh” hanya karena tumpukan pekerjaan rumah dari sekolah atau bidang studi yang semakin membebani otaknya.

Lalu, dimana peran abinya? Hemh, saya selalu berusaha meyakinkan suami tercinta saya itu bahwa saya sanggup menjadi “Homeschooling mom” untuk Faris selama beliau meridhoi. Tidak hanya itu, mendengarkan suka duka selama proses homeschool kami di rumah ketika ia di kantor sangat meringankan langkah saya. Menangani anak-anak kami mengaji selepas maghrib, mengantar faris latihan basket ketika beliau libur, membacakan adab, siroh, mengevaluasi kegiatan saya bersama faris sepulang kantor merupakan bantuan terbesar darinya 🙂

Mungkin tak banyak yang bisa saya jelaskan ataupun jawab tentang Homeschooling, karena kami pun sedang merangkai teori, ataupun belajar dari pengalaman keluarga HS lainnya dengan kehidupan HS keluarga kami yang baru berjalan beberapa bulan.

Sekali lagi, it’s all about a choice. Yah, sebuah pilihan, sebuah pilihan yang juga dilegalkan pemerintah kita dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 27 ayat 1 (jadi jangan khawatir 🙂 ), meski tak begitu familiar. Muaranya kelak akan saya kembalikan ke Faris sendiri, saya bilang ke Faris, bahwa ia boleh memilih untuk masuk sekolah tahun depan jika ia ingin..Saya hanya ingin menikmati sebuah proses yang mungkin tak semua orang paham. Entah sampai kapan kami akan menikmati proses itu.  Tumbuh bersama, saling memahami, hingga kelak doa yang anak kita lantunkan untuk kami orang tuanya sejalan dengan prilaku kami, “Ya,Allah, ampunilah dosa orangtuaku, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku sejak kecil..aamiin”

Jakarta

18 September 2012

@cheitumminyafardais

note: tulisan ini pernah dipublish di blog ummi